Pelaksanaan proses
upacara perkawinan, yaitu:
a. Memasuki tempat upacara. Kedua mempelai (mempelai
pria di sebelah kanan dan mempelai wanita di sebelah kiri) memasuki tempat
upacara dari pintu utama vihara/cetiya/dhammasala/aula menuju ke depan altar
dengan diiringi oleh kedua orangtua/ wali di belakangnya dengan berjalan secara
dua-dua tiap barisannya dengan tertib dan teratur diikuti oleh para sanak saudara
dan handai tauladannya yang mengikuti baris di depannya. Kedua mempelai mulai
memasuki tempat upacara setelah diberi aba-aba oleh petugas atau setelah
terdengarnya lagu perkawinan yang dibawakan dengan alat musik organ atau oleh
kaset musik sesuai dengan kemampuan daerah setempat.
b. Pengaturan tempat duduk. Kedua mempelai duduk
di tempat yang sudah dipersiapkan pada baris pertama. Orangtua/wali dari pihak
mempelai pria duduk d isebelah mempelai wanita sedangkan orang tua/wali dari
pihak wanita duduk di sebelah mempelai pria. Para sanak saudara beserta handai
tauladan duduk mulai dari baris kedua hingga
baris berikutnya dengan cara mengisi demi baris secara rapi dan teratur.
c. Tanya jawab. Setelah hadirin duduk dengan tertib maka
lagu perkawinan diberhentikan. Setelah suasana tenang, maka romo pandita
pemimpin upacara akan melakukan tanya
jawab sebagai berikut:
1. Kepada masing-masing mempelai ditanyakan apakah ada ancaman
atau paksaan yang mengharuskan mereka melakukan upacara perkawinan secara agama
Buddha apabila ia tidak ada maka acara dapat dilanjutkan.
2. Romo pandita bertanya kepada mempelai pria: “Apakah
saudara…(nama mempelai pria) bersedia untuk mengambil saudari…(nama mempelai wanita) sebagai istri
yang sah”?
Apabila dijawab dengan: “ya” oleh mempelai
pria maka dapat dilanjutkan dengan bertanya kepada mempelai wanita:
3. “Apakah saudari…(nama mempelai wanita) bersedia
untuk mengambil saudari…(nama mempelia pria)
sebagai suami yang sah”?
4. Apabila dijawab dengan: “ya” oleh mempelai wanita
maka upacara dapat dimulai.
d. Penyalaan lilin. Upacara dimulai dengan penyalaan
lilin lima warna atau dua lilin warna merah. Lilin lima warna dinyalakan secara
beruntun dimulai oleh ayah/wali mempelai pria (warna biru), ibu/wali mempelai
pria (warna kuning), romo pandita pemimpin upacara (warna merah), ayah/wali
mempelai wanita (warna putih), ibu/wali mempelai wanita (warna jingga). Apabila
dipakai dua warna merah maka romo pandita tidak perlu lagi menyalakan lilin
akan tetapi urutan menyalakan tetap seperti di atas.
e. Persembahan bunga dan buah. Kedua mempelai secara
bersama-sama mempersembahkan buah dan bunga di altar dan kemudian kedua mempelai
kembali ke tempat semula.
f. Pembukaan
upacara perkawinan. Romo pandita membuka secara resmi upacara perkawinan dan
dilanjutkan dengan pembacaan namakara patha dan diikuti oleh kedua mempelai.
g. Ikrar perkawinan. Romo pandita akan membimbing kedua
mempelai untuk membacakan ikrar perkawinan sebagai berikut:
1. Mempelai pria memegang tiga batang hio dengan sikap
anjali, kemudian mengikuti kata demi kata vandana dan ikrar perkawinan yang
diucapakan oleh romo pandita pemimpin upacara sebagai berikut:
“Saya mohon kepada
semua yang hadir di sini untuk menjadi saksi bahwa pada hari ini saya…(nama
mempelai pria) mengambil…(nama mempelai wanita) sebagai istri saya yang sah,
dan saya berikrar:
a) Akan mencintai istri saya dan membuatnya bahagia, b)
Akan setia kepadanya dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan c) Akan
bersama-sama mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya, d) Akan menjadi suami
yang baik dan menghiburnya dalam kesulitan, & e) Akan membina keluarga yang
rukun dan bahagia diwaktu senang dan di waktu susah.
Semoga
Sang Tiratana memberkati kita
semua
Sadhu…sadhu…sadhu…!
Setelah
ikrar selesai, dupa ditancapkan di altar oleh petugas.
b)Mempelai
wanita memegang tiga batang hio dengan sikap anjali, kemudian mengikuti kata
demi kata vandana dan ikrar perkawinan yang diucapakan oleh romo pandita
pemimpin upacara sebagai berikut:
“Saya mohon kepada
semua yang hadir di sini untuk menjadi saksi bahwa pada hari ini saya…(nama
mempelai wanita) mengambil…(nama mempelai pria) sebagai suami saya yang sah,
dan saya berikrar:
a)
Akan mencintai suami saya dan membuatnya bahagia, b) Akan setia kepadanya dalam
pikiran, ucapan dan perbuatan, c) Akan menjadi ibu
yang baik dari anak-anak, d) Akan menjadi istri yang baik dan mentaati
petunjuknya dengan baik, & e) Akan membina keluarga yang rukun dan bahagia
di waktu senang dan di waktu susah.
Semoga
Sang Tiratana memberkati kita
semua
Sadhu…sadhu…sadhu…!
Setelah ikrar selesai, dupa ditancapkan di altar oleh petugas. Kemudian kedua mempelai secara bersama-sama bernamaskara sebanyak tiga kali di hadapan altar Sang Buddha.
Setelah ikrar selesai, dupa ditancapkan di altar oleh petugas. Kemudian kedua mempelai secara bersama-sama bernamaskara sebanyak tiga kali di hadapan altar Sang Buddha.
h. Pemasangan cincin kawin (mempelai duduk saling
berhadapan). Romo pandita/ibu mempelai pria memberikan cincin kawin pertama kepada
mempelai pria dan menugaskannya untuk memasangkannya ke jari manis mempelai
wanita. Berikutnya romo pandita/ibu mempelai wanita akan memberikan cincin
kawin kedua kepada mempelai wanita dan menugaskanya untuk memasangkan jari
manis kepada mempelai pria.
i. Pengikatan pita
kuning dan pemakaian kain kuning. Romo pandita mengikat pergelangan tangan kiri dari mempelai pria dengan
pergelangan tangan kanan mempelai wanita dengan pita kuning. Kemudian kedua mempelai diselubungi dengan kain kuning
oleh kedua orangtua/wali mempelai dan dibantu oleh petugas.
j. Pemercikan air
pemberkahan
1. Romo pandita mengambil air pemberkahan dari altar
dengan sebelumnya bersujud dengan bersikap anjali kearah altar. Setelah itu
kedua orangtua/wali dari mempelai pria dipersilahkan untuk memercikkan air
pemberkahan kepada kedua mempelai dengan mendoakan kebahagian kepada kedua
mempelai.
2. Kemudia romo pandita mempersilakan kedua orangtua/wali dari mempelai wanita untuk melakukan hal yang sama seperti di atas.
3. Setelah itu romo pandita memercikkan air pemberkahan
dengan membaca paritta pemberkahan.
k. Pelepasan kain kuning dan pita kuning. Romo pandita
mempersilakan kedua orangtua/wali dari pihak mempelai pria dan wanita untuk
membuka kain kuning dengan dibantu oleh petugas.
l.
Wejangan oleh
romo pandita
m. Penandatanganan
ikrar perkawinan. Setelah wejangan selesai maka petugas akan mempersilakan
kedua mempelai, orangtua/wali dari kedua mempelai, kedua orang saksi dan romo pandita pemimpin upacara untuk
menandatangani ikrar perkawinan.
n. Penutupan upacara perkawinan. Romo pandita secara
resmi menutup upacara perkawinan dengan mengucapkan namakara patha yang
kemudian diikuti oleh segenap hadirin yang hadir pada saat acara tersebut. Dan
kemudian romo pandita memberikan salam ucapan selamat kepada kedua mempelai
pria dan wanita.
Sumber: Pemuda Buddhis GMBA
0 comments:
Post a Comment