Proses Upacara Perkawinan di Vihara/ Cetiya

Pelaksanaan proses upacara perkawinan, yaitu:
a. Memasuki tempat upacara. Kedua mempelai (mempelai pria di sebelah kanan dan mempelai wanita di sebelah kiri) memasuki tempat upacara dari pintu utama vihara/cetiya/dhammasala/aula menuju ke depan altar dengan diiringi oleh kedua orangtua/ wali di belakangnya dengan berjalan secara dua-dua tiap barisannya dengan tertib dan teratur diikuti oleh para sanak saudara dan handai tauladannya yang mengikuti baris di depannya. Kedua mempelai mulai memasuki tempat upacara setelah diberi aba-aba oleh petugas atau setelah terdengarnya lagu perkawinan yang dibawakan dengan alat musik organ atau oleh kaset musik sesuai dengan kemampuan daerah setempat.
b. Pengaturan tempat duduk. Kedua mempelai duduk di tempat yang sudah dipersiapkan pada baris pertama. Orangtua/wali dari pihak mempelai pria duduk d isebelah mempelai wanita sedangkan orang tua/wali dari pihak wanita duduk di sebelah mempelai pria. Para sanak saudara beserta handai tauladan duduk mulai dari baris kedua hingga  baris berikutnya dengan cara mengisi demi baris secara rapi dan teratur.
c. Tanya jawab. Setelah hadirin duduk dengan tertib maka lagu perkawinan diberhentikan. Setelah suasana tenang, maka romo pandita pemimpin upacara akan melakukan tanya jawab sebagai berikut:
1. Kepada masing-masing mempelai ditanyakan apakah ada ancaman atau paksaan yang mengharuskan mereka melakukan upacara perkawinan secara agama Buddha apabila ia tidak ada maka acara dapat dilanjutkan.
2. Romo pandita bertanya kepada mempelai pria: “Apakah saudara…(nama mempelai pria) bersedia untuk mengambil  saudari…(nama mempelai wanita) sebagai istri yang sah”?
  Apabila dijawab dengan: “ya” oleh mempelai pria maka dapat dilanjutkan dengan bertanya kepada mempelai wanita:
3. “Apakah saudari…(nama mempelai wanita) bersedia untuk mengambil  saudari…(nama mempelia pria) sebagai suami yang sah”?
4. Apabila dijawab dengan: “ya” oleh mempelai wanita maka upacara dapat dimulai.
d. Penyalaan lilin. Upacara dimulai dengan penyalaan lilin lima warna atau dua lilin warna merah. Lilin lima warna dinyalakan secara beruntun dimulai oleh ayah/wali mempelai pria (warna biru), ibu/wali mempelai pria (warna kuning), romo pandita pemimpin upacara (warna merah), ayah/wali mempelai wanita (warna putih), ibu/wali mempelai wanita (warna jingga). Apabila dipakai dua warna merah maka romo pandita tidak perlu lagi menyalakan lilin akan tetapi urutan menyalakan tetap seperti di atas.
e. Persembahan bunga   dan  buah.  Kedua  mempelai  secara  bersama-sama  mempersembahkan buah dan bunga di altar dan kemudian kedua mempelai kembali ke tempat semula.
f. Pembukaan upacara perkawinan. Romo pandita membuka secara resmi upacara perkawinan dan dilanjutkan dengan pembacaan namakara patha dan diikuti oleh kedua mempelai.
g.  Ikrar perkawinan. Romo pandita akan membimbing kedua mempelai untuk membacakan ikrar perkawinan sebagai berikut:
1. Mempelai pria memegang tiga batang hio dengan sikap anjali, kemudian mengikuti kata demi kata vandana dan ikrar perkawinan yang diucapakan oleh romo pandita pemimpin upacara sebagai berikut:
“Saya mohon kepada semua yang hadir di sini untuk menjadi saksi bahwa pada hari ini saya…(nama mempelai pria) mengambil…(nama mempelai wanita) sebagai istri saya yang sah, dan saya berikrar:
a) Akan mencintai istri saya dan membuatnya bahagia, b) Akan setia kepadanya dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan    c)  Akan bersama-sama mendidik anak-anak dengan sebaik-baiknya, d) Akan menjadi suami yang baik dan menghiburnya dalam kesulitan, & e) Akan membina keluarga yang rukun dan bahagia diwaktu senang dan di waktu susah.
Semoga Sang Tiratana memberkati kita semua                                                                     Sadhu…sadhu…sadhu…! 
Setelah ikrar selesai, dupa ditancapkan di altar oleh petugas.
b)Mempelai wanita memegang tiga batang hio dengan sikap anjali, kemudian mengikuti kata demi kata vandana dan ikrar perkawinan yang diucapakan oleh romo pandita pemimpin upacara sebagai berikut:
“Saya mohon kepada semua yang hadir di sini untuk menjadi saksi bahwa pada hari ini saya…(nama mempelai wanita) mengambil…(nama mempelai pria) sebagai suami saya yang sah, dan saya berikrar:
a) Akan mencintai suami saya dan membuatnya bahagia, b) Akan setia kepadanya dalam pikiran, ucapan dan perbuatan, c) Akan menjadi ibu yang baik dari anak-anak, d) Akan menjadi istri yang baik dan mentaati petunjuknya dengan baik, & e) Akan membina keluarga yang rukun dan bahagia di waktu senang dan di waktu susah.
Semoga Sang Tiratana memberkati kita semua                                                                     Sadhu…sadhu…sadhu…!                                                                                                            

Setelah ikrar selesai, dupa ditancapkan di altar oleh petugas. Kemudian kedua mempelai secara bersama-sama bernamaskara sebanyak tiga kali di hadapan altar Sang Buddha.
h. Pemasangan  cincin  kawin (mempelai duduk saling berhadapan).  Romo pandita/ibu mempelai pria memberikan cincin kawin pertama kepada mempelai pria dan menugaskannya untuk memasangkannya ke jari manis mempelai wanita. Berikutnya romo pandita/ibu mempelai wanita akan memberikan cincin kawin kedua kepada mempelai wanita dan menugaskanya untuk memasangkan jari manis kepada mempelai pria.
i.   Pengikatan pita kuning dan pemakaian kain kuning. Romo pandita mengikat pergelangan  tangan kiri dari mempelai pria dengan pergelangan tangan kanan mempelai wanita dengan pita kuning. Kemudian  kedua mempelai diselubungi dengan kain kuning oleh kedua orangtua/wali mempelai dan dibantu oleh petugas.
j.  Pemercikan air pemberkahan
1. Romo pandita mengambil air pemberkahan dari altar dengan sebelumnya bersujud dengan bersikap anjali kearah altar. Setelah itu kedua orangtua/wali dari mempelai pria dipersilahkan untuk memercikkan air pemberkahan kepada kedua mempelai dengan mendoakan kebahagian kepada kedua mempelai.
2. Kemudia romo pandita mempersilakan kedua orangtua/wali dari mempelai wanita untuk melakukan hal yang sama seperti di atas.
3. Setelah itu romo pandita memercikkan air pemberkahan dengan membaca paritta pemberkahan.
k. Pelepasan kain kuning dan pita kuning. Romo pandita mempersilakan kedua orangtua/wali dari pihak mempelai pria dan wanita untuk membuka kain kuning dengan dibantu oleh petugas.
l.    Wejangan oleh romo pandita
m. Penandatanganan ikrar perkawinan. Setelah wejangan selesai maka petugas akan mempersilakan kedua mempelai, orangtua/wali dari kedua mempelai, kedua orang  saksi dan romo pandita pemimpin upacara untuk menandatangani ikrar perkawinan.
n. Penutupan upacara perkawinan. Romo pandita secara resmi menutup upacara perkawinan dengan mengucapkan namakara patha yang kemudian diikuti oleh segenap hadirin yang hadir pada saat acara tersebut. Dan kemudian romo pandita memberikan salam ucapan selamat kepada kedua mempelai pria dan wanita.

Persyaratan Administrasi untuk Melangsungkan Pernikahan




Persyaratan Administrasi untuk Melangsungkan Pernikahan 
Secara Agama Buddha dan  Catatan Sipil



  1. Kedua mempelai telah dewasa dan beragama Buddha, tertulis dalam KTP Agama Buddha. (Apabila salah seorang beragama lain, harus mengajukan permohonan untuk pindah agama). 
  2. Akta kelahiran.
  3. Surat ganti nama apabila nama sekarang berbeda dengan akta kelahiran.
  4. Surat kawin orang tua apabila dalam akta kelahiran anak suami, istri.
  5. Kartu Keluarga (KK).
  6. Akta kematian apabila orang tua sudah meninggal.
  7. Surat keterangan belum pernah menikah dari kelurahan.
  8. 2 Orang saksi dari mempelai pria dan wanita lampirkan KTP saksi.
  9. Untuk janda atau duda lampirkan surat cerai asli.
  10. Untuk janda atau duda buat surat keterangan belum menikah lagi dari kelurahan.
  11. Pas foto berdampingan ukuran 4 X 6 cm sebanyak 8 lembar (pria sebelah kanan, wanita kiri waktu difoto).
  12. Mengikuti bimbingan pranikah dan gladi resik pemberkatan.
  13. 2 pasang lilin pemberkatan.
  14. 1 bungkus hio wangi.
  15. 2 set bunga untuk persembahan di altar.
  16. 4 set bunga kalung untuk sungkem pada orang tua..
  17. Apabila pemberkatan dihadiri Bhikkhu, maka sediakan 1 pasang lilin merah, hio wangi 1 bungkus dan bunga 2 tangkai diikat menjadi satu dengan pita merah (Amisa Puja) untuk dipersembahkan pada Bhikkhu.
  18. Permohonan pemberkatan diajukan minimal 3 bulan sebelum hari H.


Sumber: Romo Jayana Joansyah


Gendong Aku Sampai Ajalku Tiba





Suatu malam ketika aku kembali ke rumah, istriku menghidangkan makan malam untukku. Sambil memegang tangannya aku berkata, "Saya ingin mengatakan sesuatu kepadamu." Istriku lalu duduk di samping sambil menemaniku menikmati makan malam dengan tenang. Tiba-tiba aku tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Kata-kata rasanya berat keluar dari mulutku.


Aku ingin sebuah perceraian di antara kami, karena itu aku beranikan diriku. Nampaknya dia tidak terganggu sama sekali dengan pembicaraanku, dia malah balik bertanya kepadaku dengan tenang, "Mengapa?" Aku menolak menjawabnya, ini membuatnya sungguh marah kepadaku. Malam itu kami tidak saling bertegur sapa. Dia terus menangis dan menangis. Aku tahu bahwa dia ingin tahu alasan di balik keinginanku untuk bercerai.

Dengan sebuah rasa bersalah yang dalam, aku membuat sebuah pernyataan persetujuan untuk bercerai dan dia dapat memiliki rumah kami, mobil, dan 30% dari keuntungan perusahaan kami. Dia sungguh marah dan merobek kertas itu. Wanita yang telah menghabiskan 10 tahun hidupnya bersamaku itu telah menjadi orang yang asing di hatiku. Aku minta maaf kepadanya karena dia telah membuang waktunya 10 tahun bersamaku, untuk semua usaha dan energi yang diberikan kepadaku, tapi aku tidak dapat menarik kembali apa yang telah kukatakan kepada Jane, wanita simpananku, bahwa aku sungguh mencintainya. Istriku menangis lagi. Bagiku tangisannya sekarang tidak berarti apa-apa lagi. Keinginanku untuk bercerai telah bulat.

Hari berikutnya, ketika aku kembali ke rumah sedikit larut, kutemukan dia sedang menulis sesuatu di atas meja di ruang tidur kami. Aku tidak makan malam tapi langsung pergi tidur karena ngantuk yang tak tertahankan akibat rasa capai sesudah seharian bertemu dengan Jane. Ketika terbangun, kulihat dia masih duduk di samping meja itu sambil melanjutkan tulisannya. Aku tidak menghiraukannya dan kembali meneruskan tidurku.

Pagi harinya, dia menyerahkan syarat-syarat perceraian yang telah ditulisnya sejak semalam kepadaku. Dia tidak menginginkan sesuatu pun dariku, tetapi hanya membutuhkan waktu sebulan sebelum perceraian. Dia memintaku dalam sebulan itu, kami berdua harus berjuang untuk hidup normal layaknya suami istri. Alasannya sangat sederhana. Putra kami akan menjalani ujian dalam bulan itu sehingga dia tidak ingin mengganggunya dengan rencana perceraian kami. Selain itu, dia juga meminta agar aku harus menggendongnya sambil mengenang kembali saat pesta pernikahan kami. Dia memintaku untuk menggendongnya selama sebulan itu dari kamar tidur sampai muka depan pintu setiap pagi.

Aku pikir dia sudah gila. Akan tetapi, biarlah kucoba untuk membuat hari-hari terakhir kami menjadi indah demi perceraian yang kuinginkan, aku pun menyetujui syarat-syarat yang dia berikan. Aku menceritakan kepada Jane tentang hal itu. Jane tertawa terbahak-bahak mendengarnya. "Terserah saja apa yang menjadi tuntutannya tapi yang pasti dia akan menghadapi perceraian yang telah kita rencanakan," kata Jane.

Ada rasa kaku saat menggendongnya untuk pertama kali, karena kami memang tak pernah lagi melakukan hubungan suami istri belakangan ini. Putra kami melihatnya dan bertepuk tangan di belakang kami. "Wow, papa sedang menggendong mama." Sambil memelukku dengan erat, istriku berkata, "Jangan beritahukan perceraian ini kepada putra kita." Aku menurunkannya di depan pintu. Dia lalu pergi ke depan rumah untuk menunggu bus yang akan membawanya ke tempat kerjanya, sedangkan aku mengendarai mobil sendirian ke kantorku.

Pada hari kedua, kami berdua melakukannya dengan lebih mudah. Dia merapat melekat erat di dadaku. Aku dapat mencium dan merasakan keharuman tubuhnya. Aku menyadari bahwa aku tidak memperhatikan wanita ini dengan saksama untuk waktu yang agak lama. Aku menyadari bahwa dia tidak muda seperti dulu lagi, ada bintik-bintik kecil di wajahnya, rambutnya pun sudah mulai beruban. Namun entah kenapa, hal itu membuatku mengingat bagaimana pernikahan kami dulu.

Pada hari keempat, ketika aku menggendongnya, aku mulai merasakan kedekatan. Inilah wanita yang telah memberi dan mengorbankan 10 tahun kehidupannya untukku. Pada hari keenam dan ketujuh, aku mulai menyadari bahwa kedekatan kami sebagai suami istri mulai tumbuh kembali di hatiku. Aku tentu tidak mengatakan perasaan ini kepada Jane.

Suatu hari, aku memperhatikan dia sedang memilih pakaian yang hendak dia kenakan. Dia mencoba beberapa darinya tapi tidak menemukan satu pun yang cocok untuknya. Dia sedikit mengeluh, "Semua pakaianku terasa terlalu besar untuk tubuhku sekarang." Aku mulai menyadari bahwa dia semakin kurus dan itulah sebabnya kenapa aku dapat dengan mudah menggendongnya. Aku menyadari bahwa dia telah memendam banyak luka dan kepahitan hidup di hatinya. Aku lalu mengulurkan tanganku dan menyentuh kepalanya.

Tiba-tiba putra kami muncul dan berkata," Papa, sekarang saatnya untuk menggendong dan membawa mama." Bagi putraku, melihatku menggendong dan membawa mamanya menjadi peristiwa yang penting dalam hidupnya. Istriku mendekati putra kami dan memeluk erat tubuhnya penuh keharuan. Aku memalingkan wajahku dari peristiwa yang bisa mempengaruhi dan mengubah keputusanku untuk bercerai.

Aku lalu mengangkatnya dengan kedua tanganku, berjalan dari kamar tidur kami, melalui ruang santai sampai ke pintu depan. Tangannya melingkar erat di leherku dengan lembut dan sangat romantis layaknya suami istri yang harmonis. Aku pun memeluk erat tubuhnya, seperti momen hari pernikahan kami 10 tahun yang lalu. Akan tetapi tubuhnya yang sekarang ringan membuatku sedih.

Pada hari terakhir, aku menggendongnya dengan kedua lenganku. Aku susah bergerak meski cuma selangkah ke depan. Putra kami telah pergi ke sekolah. Aku memeluknya erat sambil berkata, "Aku tidak pernah memperhatikan selama ini hidup pernikahan kita telah kehilangan keintiman satu dengan yang lain."

Aku mengendarai sendiri kendaraan ke kantorku, mampir ke tempat Jane. Melompat keluar dari mobilku tanpa mengunci pintunya. Begitu cepatnya karena aku takut jangan sampai ada sesuatu yang membuatku mengubah pikiranku. Aku naik ke lantai atas. Jane membuka pintu dan aku langsung berkata padanya. "Maaf Jane, aku tidak ingin menceraikan istriku."

Jane memandangku penuh tanda tanya bercampur keheranan dan kemudian menyentuh dahiku dengan jarinya. Aku mengelak dan berkata, "Maaf Jane, aku tidak akan bercerai. Hidup perkawinanku terasa membosankan karena dia dan aku tidak memaknai setiap momen kehidupan kami, bukan karena kami tidak saling mencintai satu sama lain. Sekarang aku menyadari sejak aku menggendongnya sebagai syaratnya itu, aku ingin terus menggendongnya sampai hari kematian kami."

Jane sangat kaget mendengar jawabanku. Dia menamparku dan kemudian membanting pintu dengan keras. Aku tidak menghiraukannya. Aku menuruni tangga dan mengendarai mobilku pergi menjauhinya. Aku singgah di sebuah toko bunga di sepanjang jalan itu, aku memesan bunga untuk istriku. Gadis penjual bunga bertanya apa yang harus kutulis di kartunya. Aku tersenyum dan menulis, "Aku akan menggendongmu setiap pagi sampai kematian menjemput."

Petang hari ketika aku tiba di rumah, dengan bunga di tanganku, sebuah senyum menghias wajahku. Aku berlari hanya untuk bertemu dengan istriku dan menyerahkan bunga itu sambil merangkulnya untuk memulai sesuatu yang baru dalam perkawinan kami. Tapi apa yang kutemukan? Istriku telah meninggal di atas tempat tidur yang telah kami tempati bersama 10 tahun pernikahan kami.

Aku baru tahu kalau istriku selama ini berjuang melawan kanker ganas yang telah menyerangnya berbulan-bulan tanpa pengetahuanku karena kesibukanku menjalin hubungan asmara dengan Jane. Istriku tahu bahwa dia akan meninggal dalam waktu yang relatif singkat. Meskipun begitu, dia ingin menyelamatkanku dari pandangan negatif yang mungkin lahir dari putra kami karena aku menginginkan perceraian, karena reaksi kebodohanku sebagai seorang suami dan ayah, untuk menceraikan wanita yang telah berkorban selama sepuluh tahun yang mempertahankan pernikahan kami dan demi putra kami.

Betapa berharganya sebuah pernikahan saat kita bisa melihat atau mengingat apa yang membuatnya berharga. Ingat ketika dulu perjuangan yang harus dilakukan, ingat tentang kejadian-kejadian yang telah terjadi di antara kalian, ingat juga tentang janji pernikahan yang telah dikatakan. Semuanya itu harusnya hanya berakhir saat maut memisahkan.

------------------

Sekecil apapun dari peristiwa atau hal dalam hidup sangat mempengaruhi hubungan kita. Itu bukan tergantung pada uang di bank, mobil atau kekayaan apa pun namanya. Semuanya ini bisa menciptakan peluang untuk menggapai kebahagiaan tapi sangat pasti bahwa mereka tidak bisa memberikan kebahagiaan itu dari diri mereka sendiri. Suami istri-lah yang harus saling memberi demi kebahagiaan itu.

Karena itu, selalu dan selamanya jadilah teman bagi pasanganmu dan buatlah hal-hal yang kecil untuknya yang dapat membangun dan memperkuat hubungan dan keakraban di dalam hidup perkawinanmu. Milikilah sebuah perkawinan yang bahagia. Kamu pasti bisa mendapatkannya.

Jika engkau tidak ingin berbagi/share cerita ini, pasti tidak akan terjadi sesuatu padamu di hari-hari hidupmu.

Akan tetapi, jika engkau mau berbagi/share cerita ini kepada saudara, sahabat atau kenalanmu. Maka ada kemungkinan, engkau dapat menyelamatkan perkawinan orang lain, terutama mereka yang sedang mengalami masalah dalam pernikahan mereka. Semoga demikianlah adanya.

Ditulis ulang & diedit oleh: SLie


Sumber: FaceBook

Tuntunan & Bimbingan Pra Nikah Agama Buddha

PENDAHULUAN
Undang-undang Pemerintah No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi sebagai berikut :

Pasal 1.
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pasal 2.
1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing  agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PERSIAPAN MEMASUKI HIDUP PERKAWINAN
Untuk memasuki sebuah perkawinan yang bahagia dan sejahtera, tidaklah mudah dan sederhana. Sesuatu yang tampak indah dari kejauhan belum tentu tetap indah setelah didekati.
Sebelum kawin pihak pria dan wanita seharusnya melakukan saling pemantauan terhadap pihak lainnya, untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga apabila ada kekurangan di pihak lainnya yang tidak dapat ditolelir, masih ada kesempatan untuk mundur atau putus hubungan. Namun apabila kedua belah pihak telah melakukan pemantauan dan penyesuaian maka kelak di kemudian hari apabila masing-masing mengetahui kelemahan atau kekurangan dari masing-masing pasangannya harap memakluminya dan hendaknya harus saling melengkapi atau saling  mengisi kekurangan atau kelemahan tersebut.

Bagi seorang laki-laki yang ingin menjadi suami sebaiknya telah memenuhi kondisi sebagai berikut :

a.      Mempunyai identitas sebagai laki-laki sejati.
b.      Dapat memberikan kasih sayang kepada calon istrinya.
c.      Dapat mempercayai calon istrinya.
d.      Mempunyai integritas kepribadian yang matang.
e.      Mempunyai mental dan fisik yang sehat.
f.        Mempunyai mata pencaharian tetap.
g.      Bersedia membagi kebahagiaan dengan calon istrinya.
h.     Siap mejadi ayah yang bertanggung jawab.

Bagi seorang wanita yang ingin menjadi istri yang baik, sebaiknya memenuhi kondisi sebagai berikut :

a.     Mempunyai identitas sebagai wanita sejati.
b.     Dapat memberikan kasih sayang kepada calon suaminya.
c.     Dapat mempercayai calon suaminya.
d.     Mempunyai integritas kepribadian yang matang.
e.     Mempunyai mental dan fisik yang sehat.
f.       Bersedia mengabdikan diri kepada calon suami.
g.     Bersedia menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan calon suami.
h.     Bersedia menjadi ibu yang bijaksana.


PERSIAPAN SEBELUM MEMASUKI JENJANG PERKAWINAN
Seorang Pria dan seorang Wanita dewasa sebelum melakukan perkawinan harus melakukan persiapan-persiapan sebagai berikut :

Persiapan yang masak adalah penting sekali. Sebelum kawin pihak pria dan wanita seharusnya melakukan saling pemantauan atau penilaian terhadap pihak calon istri atau suaminya,

Apa yang harus dinilai dari pihak wanita? (Apabila tidak ada masalah dengan penampilan, umur, faktor keturunan atau status sosial)

1.      Keyakinan pada agama
2.      Etika / moral
3.      Pendidikan
4.      Keterampilan wanita
5.      Kematangan emosional
6.      Kebijaksanaan

Apa yang harus dinilai dari pihak pria? (Apabila tidak ada masalah dengan penampilan, umur, faktor keturunan dan status sosial)

1.      Keyakinan  pada agama
2.      Etika / moral
3.      Pendidikan
4.      Pekerjaan
5.      Tanggung jawab
6.      Kebijaksanaan

Keyakinan Pada Agama
Sebaiknya suami istri mempunyai keyakinan agama yang sama, sesuai dengan anjuran pemerintah, sehingga dalam kehidupan rumah tangga tidak akan terganggu akibat perbedaan agama. Setelah mempunyai keyakinan yang sama, maka selanjutnya dianjurkan untuk memiliki sila yang setara, kemudian memiliki kemurahan hati yang sama, dan akhirnya keduanya memiliki kebijaksanaan yang sama

Etika/ Moral
Etika/ moral harus menjadi perhatian utama, karena tanpa moral manusia seperti mobil tanpa rem. Alangkah baiknya bila semua calon pengantin aktif sama-sama seagama, seiman di vihara sehingga    mereka    berdua    dapat    menjalankan    Pancasila    Buddhis    dengan   baik yaitu:
1. Menghindari pembunuhan; 2. Menghindari pencurian; 3. Menghindari perbuatan asusila; 4. Menghindari Kebohongan; 5. Menghindari makanan dan minuman yang dapat melemahkan kesadaran. Etika/ moral tidak dapat dibentuk dalam waktu satu hari, namun merupakan hasil kumulatif perkembangan kepribadian sejak masih dalam kandungan.
Seorang yang memiliki moral yang baik adalah orang yang rendah hati, tahu diri, tidak sombong, dapat menempatkan diri di mana saja, mau mengerti pendapat orang lain, mudah menyesuaikan dengan lingkungan, tidak mudah tersinggung, pandai bergaul, dapat memaafkan kesalahan orang lain. 
Orang yang memiliki moral yang baik berarti memiliki harga diri. Orang yang tidak memiliki moral yang baik adalah orang yang  tabiatnya jelek seperti: gampang marah, mudah tersinggung, mau menang sendiri, tidak mau mengakui kesalahan sendiri, emosinya tinggi. Gampang melakukan kekerasan, selalu mencari perkara, soal kecil selalu dibesar-besarkan, orang yang demikian berati tidak memiliki harga diri.
Moral akan mudah sekali rusak karena keserakahan, kebencian, dan kebodohan.

Pendidikan
Pada zaman sekarang pendidikan kadang-kadang dijadikan ukuran untuk menilai pasangan hidupnya. Apabila pasangan hidupnya berbeda jauh pendidikannya, maka akan menimbulkan kesenjangan. Oleh karena itu pendidikan sepasang suami istri idealnya setara jangan terlalu jauh bedanya. Pendidikan pun perlu untuk menunjang masa depan kehidupan yang bahagia.

Keterampilan Wanita
Sebelum memasuki jenjang perkawinan, seorang wanita harus pandai mengurus rumah tangga.Baru ia dapat dikatakan sebagai wanita yang telah dewasa, kalau tidak tahu, ia harus belajar agar memiliki pengetahuan mengurus rumah tangga. Pengetahuan yang harus dikuasai sangatlah bervariasi, mulai dari mengurus rumah, cara mengurus anak, memandikan bayi, mengatur uang belanja, belanja ke pasar, masak di dapur, menyediakan makan untuk suami dan anak, cuci pakaian, seterika, dan lain-lain.

Kematangan Emosional
Hal ini menunjukkan tingkat kedewasaan seseorang. Seorang wanita yang belum dewasa akan menuntut perhatian yang berlebihan dari suaminya, bersikap manja, mudah tersinggung, keras kepala, mau menang sendiri, dan lain sebagainya.
Seorang wanita yang matang emosinya akan bersikap sabar dan mau menunggu dengan bijaksana apabila ada kemelut dalam keluarga, ia akan berpikir panjang sebelum mengambil keputusan yang bisa merusak suasana.

Pekerjaan
Pekerjaan bagi laki-laki adalah sangat penting, oleh karena tidak ada wanita yang mau menikah dengan seorang pengangguran. Memang ada laki-laki anak orang kaya yang tidak tahu bagaimana harus bekerja tetapi mau kawin, sehingga kelak kehidupannya akan tergantung pada orang tuanya dan tidak bisa mandiri. Jika ada wanita yang mau kawin dengan laki-laki tersebut, ia harus bisa mencari nafkah sendiri, karena kelak si suami tidak menjamin kehidupannya secara terus-menerus akibat tidak bisa bekerja sendiri.
Pekerjaan/ bekerja bukanlah monopoli laki-laki, pihak wanitapun apabila bisa mempunyai pekerjaan atau penghasilan tambahan adalah lebih baik, sehingga kehidupan berkeluarga akan lebih terjamin.

Tanggung Jawab
Adalah merupakan bagian dari kepribadian seorang laki-laki yang dipupuk sejak kecil, tidak dibentuk secara mendadak. Seorang laki-laki akan menjadi kepala rumah tangganya, ia harus bertanggung jawab akan kesejahteraan keluarganya, rumahnya, anak-anaknya. Apabila anak atau istrinya sakit ia harus berusaha untuk membawanya ke dokter atau rumah sakit. Hal ini menjadi penting karena beban seorang laki-laki yang menjadi kepala keluarga semakin hari semakin berat, tuntutan semakin bervariasi.

Demikian juga tanggung jawab sebagai seorang istri, ia harus dapat mengurus rumah tangganya, anak-anaknya, harus dapat menyediakan kebutuhan suaminya, makanannya, melayani suaminya dengan baik.

Kebijaksanaan
Kebijaksanaan adalah merupakan suatu tindakan yang tidak merugikan semua pihak. Kebijaksanaan dalam rumah tangga sangat diperlukan sekali. Sebagai contoh, dalam mengambil suatu keputusan yang sangat penting, hendaknya dipikir berulang-ulang jangan sampai kelak di kemudian hari akan menyesal.
Mintalah nasihat atau pendapat kepada orang yang lebih berpengalaman, jangan malu untuk bertanya. Dengan memiliki kebijaksanaan, maka segala keputusan yang diambil bukan karena suka atau tidak suka, bukan karena ikut-ikutan orang lain, bukan karena takut tidak disukai orang lain namun karena baik untuk semua pihak di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

CEK KESEHATAN SEBELUM MENIKAH
Seseorang yang akan memasuki pernikahan sebaiknya calon pengantin memeriksakan diri kepada dokter untuk mengetahui kekurangan masing-masing sehingga masih ada kesempatan untuk diperbaiki agar kelak di kemudian hari akan memperoleh keturunan yang baik dan sehat.

Apa yang harus diperiksa?
Berikut jenis pemeriksaan yang dianjurkan untuk pasangan calon mempelai perempuan maupun laki-laki.

1.    Cek kesehatan  secara umum.
2.   Tes penyakit Diabetes Militus atau kencing manis. Penyakit ini bisa diturunkan kepada anak dan mempengaruhi kehamilan. Pasangan pengidap diabetes  berisiko memiliki giant baby atau bayi bertubuh raksasa. Lewat diet gizi benar hal ini dapat dihindari.
3.    Tes penyakit keturunan lainnya seperti Thalassemia (sel darah merah mudah rusak).
4.  Tes penyakit Hepatitis B. Penyakit ini bisa menjadi gangguan serius bagi kesehatan, bagi diri sendiri maupun untuk keluarganya.
5.  Tes penyakit menular seksual (PMS). Ini untuk memastikan ada tidaknya penyakit akibat hubungan seksual sebelum menikah mungkin dengan orang lain. Penyakit Sifilis, Herpes dan Gonorrhea, bisa mengakibatkan terjadinya cacat pada janin. Jika salah satu calon mempelai pernah melakukan hubungan seks bebas, pemeriksaan ini mau tidak mau harus dilakukan. Hal ini sangat diperlukan untuk memastikan bahwa pasangannya sudah benar-benar sembuh dari penyakit tersebut. PMS bisa menular langsung pada pasangan yang tadinya tidak menderita jenis penyakit tersebut.
6. Tes golongan darah dan rhesus. Kendati sehat, pemilik golongan darah dengan rhesus positif berisiko menikah dengan golongan darah rhesus negatif. Risiko yang mungkin timbul adalah anak yang lahir memiliki penyakit kuning.
7.    Pemeriksaan fertilitas atau kesuburan dalam menghasilkan keturunan.
8. Pemeriksaan TORCH. Pemeriksaan ini untuk mendeteksi infeksi yang disebabkan Toksoplasma, Virus Rubella, Cytomegalo virus dan Virus Herpes. Infeksi TORCH pada ibu hamil bisa menyebabkan keguguran, bayi lahir premature, dan penyebab kelainan pada janin, seperti kerusakan mata (radang), telinga (tuli), jantung, gangguan pertumbuhan, dan kerusakan otak. Kalainan yang muncul bisa bersifat ringan atau berat, terkadang baru timbul gejala setelah anak remaja.
9.   Untuk penyakit akibat gen yang diturunkan seperti thalasemia atau diabetes, pasangan bisa memeriksakan diri jauh hari sebelum pernikahan. Sedangkan untuk penyakit infeksi, karena bisa terjadi kapan saja, sebaiknya menjelang perkawinan saja, atau saat hamil.

HUBUNGAN ANTARA SUAMI ISTRI
Di zaman yang modern ini semakin sulit bagi sepasang suami istri untuk membina keluarga yang harmonis. karena aspek-aspek yang mempengaruhi sebuah keluarga semakin lama semakin banyak dan semakin bervariasi. Seorang suami tidak hanya menjadi suami, tetapi harus bekerja mencari uang, menjadi teman yang menyenangkan bagi istrinya, menjadi ayah yang bijaksana bagi anak-anaknya dan lain sebagainya.
Demikian pula seorang istri tidak hanya melayani suami, ia juga harus mengurus rumah tangga, menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya, turut menambah penghasilan keluarga dan segudang tanggung jawab lainnya.
Tidak jarang perkawinan yang diharapkan akan menjadi surga dalam kehidupan ini ternyata berubah menjadi neraka yang mengerikan. Karena itu sebuah perkawinan harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya agar keluarga yang terbentuk adalah keluarga yang harmonis, bukan keluarga yang berantakan.

Proses kelangsungan hubungan suami istri dalam sebuah rumah tangga ada lima karakter yaitu
1. Hubungan suami istri yang sejajar, artinya sejak awal perkawinan jarak hubungan antara suami dan istri tetap stabil, tidak menjadi lebih dekat atau lebih jauh.
2.   Ketika masih baru kawin hubungan agak jauh, namun semakin lama semakin dekat.
3.   Ketika baru kawin hubungannya sangat dekat, namun semakin lama semakin menjauh.
4. Ketika baru kawin jarak antara suami dan istri jauh, tetapi semakin  lama semakin mendekat, akan tetapi kemudian saling menjauh lagi.
5.    Ketika baru kawin hubungan suami dan istri cukup dekat, kemudian menjauh namun setelah beberapa saat saling, mendekat lagi.

Dalam minggu pertama perkawinan, semua terasa manis dan menyenangkan, semua kesalahan si kekasih sudah dimaafkan sebelum dilakukan. Dunia ini adalah milik si pengantin baru! Sepertinya bulan madu janganlah berakhir, kerena kebahagiaan belum dirasakan semuanya.

Dalam tujuh minggu pertama perkawinan mulailah tampak cacat cela si pasangan, akan tetapi maaf masih mudah diberikan. Mulai terasa bahwa “mengalah” harus dilakukan agar tetap rukun, akan tetapi mengalah terus menerus akan menimbulkan rasa tertekan. Tidak jarang  pertengkaran mulai muncul pada krisis pertama ini. Ada yang tidak dapat melewati masa krisis ini, tetapi setelah melewati masa ini bukan berarti sudah aman. Ibarat bahtera baru saja ke luar dari pelabuhan, belum ada gelombang besar yang mengganggu.

Pada akhir bulan ke tujuh setelah upacara perkawinan, maka belang semakin jelas. Ibarat gunung yang tampak indah kebiruan dilihat dari jauh, setelah didekati ternyata tidaklah seindah itu. Sebelum kawin dibayangkan bahwa perkawinan itu adalah surga, tetapi kemudian ternyata bahwa surga itu adalah palsu belaka. Perlu usaha yang luar biasa untuk memelihara kedamaian dalam rumah tangga, karena watak asli dan kebiasaan-kebiasaan buruk mulai tampak  nyata. Bulan madu sudah lama berlalu, bahtera sudah berada di laut lepas, itu berarti gelombang sebesar apapun harus dihadapi, badai seganas apa pun harus ditantang. Menyesuaikan diri dengan orang lain tidaklah mudah, mengalah terus-menerus lebih sulit lagi, apalagi kalau sudah dianggap keterlaluan.

Sampai tahun ke tujuh dari perkawinan adalah masa yang penuh dengan pertentangan batin, baik bagi si suami maupun bagi si istri. Watak asli semakin jelas terlihat, yang menjadi masalah adalah mau bertahan atau menyerah? Menyerah berarti pulang ke rumah orang tua atau pisah yang kemudian dilanjutkan dengan bercerai. Bertahan berarti berusaha hidup bersama si pasangan hidup tidak perduli ia itu baik atau buruk perilakunya. Banyak wanita sudah siap menjadi istri, tetapi tidak banyak yang siap menjadi ibu, demikian pula banyak pria yang sudah siap untuk menjadi suami akan tetapi belum siap menjadi ayah. Sehingga kehadiran si kecil bukanlah sesuatu yang diharapkan atau didambakan, akan tetapi hanya menjadi si pengganggu belaka. Kehamilan akan membuat si istri menjadi semakin manja, selalu berusaha menjadi pusat perhatian suaminya. Karena itu si suami harus selalu memahami kondisi yang mudah memancing ketegangan di dalam rumah tangga, dan secara bijaksana berusaha mengemudikan perahunya ke arah yang benar.

Melahirkan untuk pertama kali merupakan trauma yang sangat besar bagi si istri yang belum berpengalaman.  Biasanya ia menuntut agar ditemani oleh ibunya ketika menghadapi peristiwa yang menakutkan tersebut. Rasa aman sangat penting bagi si calon ibu, karena sering ia dengar bahwa melahirkan adalah suatu peristiwa yang sangat berbahaya, karena maut suka mendekat. Dengan memeriksakan kehamilan secara berkala dan menjaga kondisi kesehatan jiwa maupun fisik yang prima, maka pada saat akan melahirkan anak bukanlah hal yang perlu ditakutkan lagi.
Yang menjadi masalah serius adalah apabila setelah sekian lama si istri tidak juga berisi atau hamil. Dimulai dari rasa heran, lalu berlanjut dengan rasa curiga dan mungkin diteruskan dengan pertengkaran. Banyak pihak suami yang tidak bersedia pergi ke dokter untuk diperiksa kesuburannya karena ia merasa kejantanannya diragukan, padahal si istri telah bolak-balik pergi ke dokter spesialis kandungan tanpa hasil.
Tujuh tahun adalah waktu yang cukup lama untuk menunggu kehadiran seorang anak, karena itu tidak jarang bila ada suami yang ingin cepat punya anak lalu berpikir untuk menikah lagi dengan wanita lain hal ini adalah tidak dibenarkan. Cari jalan keluarnya, mungkin belum waktunya punya anak, apakah dengan memungut anak atau bersama-sama kembali ke dokter untuk meminta nasihatnya.  

NASEHAT PERKAWINAN
Dalam Kitab Suci Dhammapada Bab XXIII ayat 328 dikatakan Bila dalam perjalanan hidupmu engkau menemukan seorang teman yang bijaksana dan cocok untuk hidup denganmu, hendaklah engkau berjalan bersamanya, dengan gembira dan penuh kesabaran mengatasi segala rintangan dan bahaya.
Tidak semua laki-laki beruntung mendapatkan seorang perempuan yang baik sebagai istrinya, ia mungkin mendapatkan perempuan yang jahat, berperangai buruk sebagai istrinya, sehingga dapat diramalkan  perkawinannya akan merupakan bencana bagi dirinya.
Demikian pula tidak semua perempuan beruntung mendapatkan seorang laki-laki baik sebagai suaminya, ia mungkin mendapatkan seorang laki-laki yang jahat, berperangai buruk, sering memukul istrinya, sehingga perkawinannya pasti tidak akan membawa kebahagiaan.
Seorang yang jahat dan berperangai buruk adalah orang yang suka melakukan berbagai kejahatan, mempunyai kebiasaan-kebiasaan buruk, mementingkan diri sendiri, tidak menghormati orang lain.
Ada perkawinan antara seorang laki-laki yang jahat dengan seorang perempuan yang jahat, mereka mungkin merasa bahagia menurut ukuran mereka sendiri, akan tetapi itu adalah perkawinan yang buruk yang hanya akan merugikan keluarga dan handai taulan serta akan membentuk keturunan yang tidak baik.
Yang paling baik adalah perkawinan antara seorang laki-laki yang baik dengan seorang wanita yang baik pula, pasangan inilah yang dipuji oleh Sang Buddha, sehingga mereka kelak akan hidup berbahagia sepanjang masa.

TUJUH MACAM FAKTOR YANG MENUNJANG KELUARGA BAHAGIA.

PERTAMA: SALING SETIA
Kesetiaan adalah masalah yang sangat penting. Saling setia merupakan salah satu pilar yang menunjang keutuhan bangunan perkawinan. Perlu suatu kejujuran yang tulus untuk memelihara kesetiaan dalam perkawinan, karena banyak orang yang tidak setia selalu mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatan nyelewengnya. Setiap kesalahan yang telah dilakukan haruslah disesali si pelaku dan ia harus bertekad untuk tidak mengulanginya, selanjutnya perlu dimaafkan oleh pihak lain; karena apabila tidak demikian maka hanya keruntuhanlah yang akan terjadi. Merasa puas dengan istri atau suami sendiri akan sangat menunjang dalam memelihara aspek kesetiaan di dalam keluarga yang harmonis.

KEDUA: SALING PERCAYA
Pada zaman sekarang semakin sukar mencari orang yang jujur, mungkin mencari orang yang pandai jauh lebih mudah. Kejujuran adalah landasan dari sikap saling percaya di antara sepasang suami istri. Ada orang yang menganggap bahwa berbohong untuk kebenaran boleh dilakukan, akan tetapi sikap jujur sebaiknya tetap harus diutamakan. Kadang-kadang sangat sukar untuk berterus terang, karena menyangkut banyak faktor lain yang perlu dipertimbangkan, namun di antara sepasang suami istri seharusnya tidak ada rahasia yang disembunyikan.
Pada dasarnya tidak ada seorang pun yang suka dibohongi atau ditipu, karena apabila di kemudian hari kebohongan itu terbongkar maka akan timbul rasa sakit hati dan dendam. Dalam sebuah keluarga sebaiknya tidak ada dusta dan harus saling percaya.

KETIGA: SALING MENGHORMATI
Saling menghormati dan saling menghargai adalah merupakan kewajiban suami istri.Seorang suami harus hormat pada istrinya, sebaliknya seorang istri harus hormat pada suaminya. Janganlah menghina pasangannya. Penghinaan yang terus-menerus akan membuat perasaan terluka dan sakit hati, karena itu kebiasaan buruk seperti ini tidak boleh dibiarkan dalam sebuah keluarga. Ada orang dihina karena berasal dari keluarga miskin, atau karena sekolahnya kurang tinggi, atau karena cacat fisik atau karena sebab-sebab yang lain. Perlu disadari bahwa semua orang itu mempunyai kekurangan, karena itu sebelum menghina atau merendahkan orang lain, apalagi pasangan hidup kita sendiri. Renungkanlah bahwa setiap orang tidak mau dihina atau direndahkan termasuk diri kita sendiri.

KEEMPAT: SALING MENGALAH
Mengalah bukan berarti kalah, karena itu saling mengalah juga merupakan pilar yang dalam sebuah rumah tangga  perlu dipelihara.
Ada saatnya seseorang itu tidak mau dibantah, mungkin karena ada masalah pelik lain yang sedang mengganggu, karena itu pihak lainlah yang harus dengan penuh pengertian menyesuaikan  diri dengan mengalah. Orang yang dapat mengalah berarti memiliki harga diri yang patut dipuji. Orang yang tidak mau mengalah adalah orang yang tidak memiliki budi luhur. Jarang sekali dua orang yang keras kepala dapat menjadi pasangan hidup yang rukun, mereka lebih tepat disebutkan sebagai pasangan seperti anjing dan kucing! Setiap soal, biarpun soal kecil, menjadi bahan perdebatan sengit. Kadang-kadang karena hal sepele, dijadikan alasan untuk mencari kesalahan dan terjadilah keributan. Janganlah hal ini dilakukan. Apabila terjadi pertengkaran, selesaikanlah dengan sebaik-baiknya, jangan sampai mengadu pada orang tua. Dengan saling mengalah pasti hidup rukun akan terpelihara.

KELIMA: SALING MEMBANTU
Setiap orang memiliki kelemahan, karena itu ia patut dibantu. Sepasang suami istri harus saling membantu, saling melengkapi; sehingga segala kesulitan hidupnya terasa lebih ringan dan dapat diatasi. Membantu orang lain, terutama ketika ia sangat membutuhkan, seperti sedang sakit, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, adalah hal yang terpuji dan merupakan kewajiban sebagai suami istri yang baik.

KEENAM: SALING BERSAHABAT
Pada dasarnya sepasang suami istri adalah sepasang sahabat atau teman yang akrab. Oleh karena itu hubungan suami istri harus tetap bersahabat jangan sampai terganggu oleh pihak lain seperti misalnya mertua, ipar, teman, bekas pacar, dll. Persahabatan perlu dipelihara dengan baik, agar keharmonisan keluarga dapat tetap dipertahankan dalam waktu yang relatif lama. Sepasang sahabat baik akan selalu saling percaya, saling membantu, saling memperingatkan dalam setiap situasi; sahabat sejati tidak akan meninggalkan temannya di dalam kesulitan.


KETUJUH: SALING MEMELIHARA KOMUNIKASI
Komunikasi di dalam keluarga tidak selalu berlangsung mulus, ada kalanya tersendat-sendat, kadang-kadang terputus sama sekali untuk waktu yang sebentar atau lebih lama. Adalah sukar untuk menyingkirkan semua hal yang mengganggu lancarnya komunikasi karena jenisnya terlalu banyak dan intensitasnya tidak menentu, misalnya perbedaan tingkat pendidikan, perbedaan kegemaran, pengaruh emosional, jarak, dan agama yang berbeda. Oleh karena itu Pemerintah melalui U.U. No. 1 tahun 1974 ini telah menetapkan agar dalam satu keluarga sebaiknya seagama agar tidak ada hal-hal yang dapat mengganggu hubungan mereka.

Inilah tujuh kunci untuk menunjang perkawinan itu dapat terpelihara sehingga kedua mempelai dapat merasakan arti hidup bersama dengan orang yang dicintai dan dikasihi, sehingga mereka dapat hidup rukun, bahagia sepanjang masa.

TUGAS KEWAJIBAN SEORANG SUAMI TERHADAP ISTRINYA DAN SEBALIKNYA
Seorang suami yang mencintai istrinya dan menginginkan suatu perkawinan yang bermanfaat bagi hidupnya, hendaknya ia dapat melaksanakan  tugas dan kewajiban seorang suami kepada istrinya yaitu :
  1. Seorang suami wajib menghormati istrinya,
  2. Bersikap ramah tamah dan tetap setia kepadanya.
  3. Memberikan wewenang penuh kepada istrinya untuk mengatur rumah tangganya.
  4. Memberikan nafkah atau kebutuhan-kebutuhan istrinya.
  5. Memberikan kebahagiaan kepada istrinya dengan memberikan sesuatu yang disenanginya sesuai dengan kemampuannya.

Kewajiban seorang istri kepada suaminya adalah:
  1. Seorang istri wajib mencintai suaminya.
  2. Dapat menjalankan kewajiban rumah tangganya dengan baik.
  3. Tetap setia kepada suaminya
  4. Bersikap ramah tamah terhadap keluarga kedua belah pihak.
  5. Pandai dan rajin dalam melaksanakan segala tanggung jawabnya.

TUGAS DAN KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA

Sesuai dengan Ajaran Sang Buddha pada Kitab Sigalovada Sutta, maka orang tua mempunyai kewajiban sebagai berikut:

    1. Mencegah anaknya berbuat jahat.
    2. Menganjurkan anaknya berbuat baik.
    3. Memberikan pendidikan professional kepada anaknya.
    4. Mencarikan pasangan hidup yang sesuai dengan anaknya.
    5. Memberikan harta warisan kepada anaknya pada saat yang tepat.

Mencegah Anaknya Berbuat Jahat
Mencegah anaknya berbuat jahat adalah suatu yang sangat penting, karena akan percuma saja apabila anaknya memiliki kecerdasan serta kepandaian dan kekayaan yang melimpah, tetapi akhlaknya tidak baik, selalu berbuat jahat, merugikan orang lain di sekitarnya.
Orang tua merupakan guru yang pertama bagi anaknya. Anak biasanya belajar dari orang tuanya tentang baik dan buruk, tentang budi pekerti pada umumnya.
Adalah tidak bijaksana apabila orangtua membohongi anaknya, mempermainkan anak, menipu anak, menakut-nakuti anak, apalagi menyiksa anak. Hal tersebut akan memberi bekas yang sangat dalam pada diri anak. Orang tua wajib bertingkah laku yang baik agar anak-anak patuh dan menjadikan orangtuanya sebagai suri tauladan.

Orangtua wajib menanamkan rasa malu dan takut pada diri si anak. Malu melakukan perbuatan yang salah. Takut kepada akibat dari perbuatan yang jahat. Untuk menjauhkan anak dari perbuatan jahat orang tua harus rajin memberi petunjuk atau nasihat, menegur apabila anaknya berbuat salah. Yang paling penting adalah memberikan contoh yang baik bagi si anak.
Laranglah anak jika melakukan perbuatan tercela, seperti, membunuh binatang, balas dendam, mengambil barang orang lain, berbohong, makan dan minuman keras sampai mabuk. Tetapi sebelum melarang orangtua harus memberi contoh yang baik.

Menganjurkan Anaknya Berbuat Baik
Menganjurkan anak untuk berbuat baik adalah merupakan hal yang sangat bermanfaat bagi si anak dan lingkungannya. Ajarkan anak menyayangi makhluk lain, ajarkan anak suka memberi, jangan menjadi anak yang pelit, ajarkan anak untuk berteman dengan anak-anak lain yang baik, ajarkan anak untuk membantu orang lain, ajarkan anak untuk menghormati orang yang lebih tua, seperti kakek, nenek, ayah, ibu, paman, bibi dan lain-lain.
Ajarkan anak untuk berlaku sopan santun, jagalah anak agar jangan berbicara kasar, apalagi berbicara pada orang dengan mengatakan seperti binatang (anjing, babi).Jangan lupa memberikan pujian atau hadiah apabila anaknya berbuat baik.

Memberikan Pendidikan Professional Pada Anak
Pendidikan yang baik adalah merupakan warisan yang sangat berharga yang diberikan orang tua bagi si anak. Latihlah si anak dengan pengetahuan yang berguna kelak di kemudian hari sebagai bekal anaknya. Berilah ia kepandaian dan keterampilan yang setinggi-tingginya sebagai bekal untuk mencari nafkah kalau ia sudah dewasa.
Doronglah anak untuk belajar dengan rajin dan bersemangat di sekolahnya. Jangan lupa memberikan pendidikan agama yang sesuai dengan orang tuanya. Usahakan agar kelak kalau sudah dewasa tetap beragama Buddha untuk menghormati keluarga dan orangtuanya.

Demikianlah bimbingan pranikah ini apabila dapat dilaksanakan dengan baik, maka dapat diharapkan kedua mempelai akan hidup rukun dan bahagia.
Selamat menempuh hidup baru
Semoga Anda berdua hidup berbahagia.
                                                                                                


PEMBIMBING ROHANIWAN PERKAWINAN
AGAMA BUDDHA PROPINSI JAWA BARAT
KOTA/ KABUPATEN BANDUNG

Pdt. Jayana Joansyah